Oct 27, 2011

Matkul Filsafat Ilmu dan Etika Akademik


BAB I
PENGERTIAN DAN  RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU DAN ETIKA AKADEMIK

I. Pengertian Filsafat Ilmu
Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa  Yunani yaitu philosophia. Istilah ini berasal dari dua suku kata yaitu philos dan sophia. Philos berarti suka atau cinta, sophia berarti kebijaksanaan atau pengetahuan. Philosophia berarti mencintai kebijaksanaan atau mencintai pengetahuan (Rapar, 1996:11-13, Berten, 1975:11).  Istilah filsafat pertama kali digunakan oleh Pytagoras (640-546 SM) ketika  mendapat per-tanyaan yang ditujukan kepadanya. “Apakah dirinya memiliki kebijaksanaan (pengetahu-an)?” Ia dengan rendah hati menjawab bahwa dirinya hanya seorang yang mencintai pengetahuan (kebijaksanaan) (philosophos),dan tidak bersedia dirinya disebut sebagai seorang yang bijak seperti halnya Thales (640-546 SM), karena sesungguhnya yang memiliki kebijaksanaan (pengetahuan) hanyalah para dewa (Gods). Dalam perkem-bangan selanjutnya yaitu pada zaman Socrates (470-399 SM), Plato (428-348 SM) maupun Aristoteles (382-322 SM), istilah filsafat (philosophia) sudah populer karena sudah banyak digunakan oleh masyarakat Yunani pada waktu itu (Berten, 1975:11-12).
Pengertian filsafat pada masa Pra-Socrates mempertanyakan tentang arche yakni awal/asal-mula alam semesta, dan pertanyaan tersebut berusaha dijawab dengan menggunakan logos/ratio dan bukan mitos. Oleh karena itu filsafat dapat diartikan sebagai  upaya pemahaman hakekat alam dan realitas “ada” dengan mengandalkan seberapa jauh kemampuan akal budi (logos).
Namun Plato beranggapan, filsafat adalah pengetahuan yang senantiasa berupaya meraih kebenaran yang asli  dan murni dengan cara melakukan penyelidikan tentang sebab-musabab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang “ada”. Sedangkan Aristoteles beranggapan, filsafat adalah pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip dan penyebab realitas “ada,” dan perihal “ada” selaku perihal “ada” (being as being) atau perihal “ada” sebagaimana adanya (being as such). Seorang filsuf  dari Prancis, Rene Descartes (1596-1650) dengan semboyan yang terkenal Cogito ergo sum (Aku berpikir, maka aku ada) berpendapat, filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya dengan mengandalkan seberapa jauh kemampuan akal budi (ratio). Seorang filsuf pragmatik dari Amerika Serikat, William James berpendapat, filsafat adalah upaya luar biasa hebat untuk berpikir jelas dan terang. Namun RF. Berling berpendapat, filsafat adalah upaya mengajukan pertanyaan tentang kenyataan seluruhnya atau tentang hakekat, asas, prinsip dari kenyataan, sehingga akan diperoleh akar (radix)  kenyataan dunia wujud maupun  akar pengetahuan.
Filsafat memiliki obyek material dan formal. Obyek material filsafat adalah segala sesuatu yang “ada” dan mungkin “ada” yang mencakup “ada” umum, “ada” abstrak dan “ada” mutlak. “Ada” umum artinya hal-hal yang dapat dikenakan atau berlaku pada hal-hal yang khusus. Jadi pengertian umum (universal) dalam hal ini dapat diartikan tidak ada tempat sedikitpun bagi segala hal yang khusus. Misal air dipanaskan 100 derajat celcius, maka akan mendidih. Hal ini berlaku untuk semua air tanpa perkecualian, entah itu air sungai, air laut, atau air kencing sekalipun jika dipanaskan dengan temperatur 100 derajat celcius, maka akan mendidih.  Misal jika saudara akan melihat film di gedung bioskup, saudara melihat tulisan di depan loket “tiket ini berlaku untuk umum,” artinya film itu dapat dilihat oleh semua orang tanpa perkecualian baik itu balita, remaja, dewasa atau orang tua boleh melihat film tersebut. Lain halnya jika film itu hanya diperuntukkan bagi penonton yang berusia 17 tahun ke atas, berarti film itu bukan berlaku untuk umum, melainkan hanya khusus diperuntukkan bagi para penonton yang sudah berusia 17 tahun ke atas dengan menunjukkan kartu pengenal (KTP, SIM atau kartu mahasiswa dan sebagainya).
Ada” abstrak artinya tidak dapat ditangkap oleh panca indera, melainkan  hanya dapat ditangkap oleh sejauh mana kemampuan akal budi manusia. Misal karya lukis abstrak dari Amri Yahya yang tampak secara kasat mata hanya berupa  goresan kuas  di atas kain kanvas yang tampak sekedar corat-coret dan tidak menunjukkan suatu bentuk gambar yang jelas. Namun corat-coretan tersebut selain menunjukkan suatu makna  tersirat yang terkandung di dalam lukisan tersebut, juga  menunjukkan corat-coretan dengan paduan warna kontras yang sangat indah dipandang mata, sekalipun  hasil lukisannya tidak menunjukkan bentuk fisik yang jelas. Karya lukisan Amri Yahya hanya dapat diapresiasikan melalui kemampuan seberapa jauh akal budi manusia menangkap pesan yang terkandung di dalam lukisan tersebut. Hal ini tampak di dalam salah satu karya  lukisan Amri Yahya berjudul “Perahu terdampar di Pasir.” “Ada” abstrak juga terdapat pada berbagai adat-istiadat, norma-norma sosial maupun  kesenian tradisional yang penuh dengan makna simbolik. Misal di dalam adat-istiadat perkawinan tradisional Jawa penuh mengandung makna simbolik seperti: upacara pembersihan kaki mempelai laki-laki oleh mempelai perempuan melalui simbol mempelai laki-laki menginjak telur, selanjutnya dibersihkan oleh mempelai perempuan. Hal ini menunjukkan makna kesetiaan seorang istri dalam melayani suami. Untuk menangkap makna yang tersembunyi di dalam simbol-tersebut, diperlukan  mempelajari budaya Jawa. Hal ini bagaimana jika semangat pelayanan dan  pengabdian terhadap suami tidak dilaksanakan oleh pihak mempelai perempuan (istri) ketika mereka sudah hidup berumah tangga, maka ia akan menerima sangsi sosial seperti akan menjadi bahan pergunjingan tetangga. “Ada” abstrak juga tampak di dalam norma-norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Misal orang Jawa yang lebih muda usia jika berbicara dengan orang yang lebih tua usianya diharuskan menggunakan tataran bahasa Jawa krama inggil, sedangkan yang berusia lebih tua cukup menggunakan bahasa Jawa tataran ngoko. Bagaimana jika yang berusia muda di dalam pembicaraan tersebut menggunakan tataran bahasa Jawa ngoko dengan orang yang lebih tua usianya, ia akan dikenakan sangsi sosial berupa anggapan “orang yang tidak tahu susila”. Adat-istiadat atau norma-norma sosial semacam itu  memang benar-benar ada di masyarakat, dan bagi siapapun yang tidak mematuhinya akan menerima sangsi sosial. Walaupun keberadaannya ada di masyarakat,  namun tidak dapat ditangkap oleh panca indera, melainkan hanya dapat dirasakan atau ditangkap oleh seberapa jauh kemampuan akal budi manusia.
“Ada” mutlak (absolut) artinya adanya sesuatu hal ditentukan oleh hakekatnya. Misal Raja Prancis Louis XVI (abad XVIII M) memerintah secara mutlak yang pusat kekuasaannya bersumber pada raja. Hal ini karena raja dianggap sebagai manifestasi Tuhan yang tidak terbantahkan. Sabda atau perintah raja dianggap sebagai titah atau perintah Tuhan yang tidak terbantahkan dan harus dilaksanakan. Pemerintahan raja yang mutlak (absolut) tidak mengenal kritik dari rakyat, semua keputusan atau kebijakan raja harus dilaksanakan, sehingga raja sebagai figur yang mempunyai kekuasaan mutlak (absolut) di bidang legislatif, eksekutif maupun yudikatif, maksudnya apa yang disabdakan raja itu sebagai undang-undang atau peraturan (Legislatif). Peraturan tersebut  harus dilaksanakan  oleh raja sebagai kepala eksekutif (kepala pemerintahan) dan jika ada yang tidak mentaatinya,  raja berhak  menghakimi atau yang memberi hukuman (kekuasaan yudikatif). Mengapa kekuasaan yang begitu mutlak (absolut) dimiliki oleh seorang raja, karena rajza sebagai manifestasi Tuhan di bumi.
Obyek formal filsafat adalah cara pandang yang dilakukan terhadap obyek material dan asas-asas yang digunakan dengan tinjauan terarah kepada unsur-unsur umum yang secara pasti terdapat di dalam setiap ilmu dan kelanjutannya berusaha mencari hubungan diantara bidang-bidang ilmu yang bersangkutan. Di dalam hubungannya dengan ilmu,  filsafat mempelajari arti dan menentukan hubungan diantara konsep-konsep dasar yang dipahami setiap ilmu. Misal konsep dasar ilmu kimia adalah substansi (zat), geometri memiliki konsep dasar space(ruang), dan konsep dasar mekanika adalah motion (gerak). Seorang ahli filsafat ilmu  di samping menganalisis konsep-konsep dasar yang bercorak metafisik  dari setiap bidang ilmu juga berupaya  mencari  hubungan diantara konsep-konsep dasar tersebut, sehingga filsafat dapat dikatakan sebagai pengetahuan inti. Sedangkan ilmu-ilmu lain yang bukan filsafat pada hakekatnya merupakan penjabaran dari pengetahuan inti. Filsafat dapat memecahkan segala persoalan yang tidak dapat terpecahkan oleh setiap ilmu, sehingga muncul filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat sejarah, filsafat bahasa, dan sebagainya. Berkenaan dengan itu, filsafat telah memainkan perannya sebagai induk ilmu atau sebagaimater scientiarum (Rapar, 1996:11).
Filsafat memiliki bidang kajian yang luas, sehingga menjadi sulit untuk dipelajari. Menurut Hasbullah Bachry, filsafat dapat dipelajari melalui dua cara yaitu secara metode historis dan secara metode sistematik. Mempelajari filsafat secara metodehistoris, akan mempelajari perkembangan aliran-aliran filsafat sejak dahulu (Pra-Socrates) hingga sekarang. Metode ini akan mengemukakan riwayat hidup  dan ajaran-ajaran para filsuf seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Rene Descartes, Immanuel Kant tentang metafisika, epistemologi, logika, etika, estetika. Seperti halnya jika mempelajari sejarah, maka metode ini akan membahas perkembangan alam pemikiran (para filsuf) sejak zaman Pra-Socrates hingga sekarang secara berurutan. Mempelajari filsafat dengan metode sistematik, maksudnya mempelajari lapangan pembahasan berdasarkan cabang-cabang filsafat tanpa memperhatikan aspek kronologi. Misal dalam mempelajari logika (cabang filsafat), hanya dipersoalkan bagaimana cara berpikir yang benar dan bagaimana cara berpikir yang salah menurut pertimbangan akal. Di bidang etika hanya dipersoalkan bagaimana manusia seharusnya bersikap atau bertindak baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku di masyarakat. Di dalam metode ini, pemikiran dalam bidang tertentu dari  para filsuf di masing-masing zaman dikomperatifkan. Misal di bidang etika, dikomperatifkan pendapat filsuf dari zaman klasik seperti Aristoteles dengan pendapat filsuf zaman Abad Pertengahan (Thomas Aquinas), dan  dengan pendapat filsuf pada zaman Pencerahan (Immanuel Kant) serta pendapat filsuf pada dewasa ini (Karl Jaspers). (1970:10-11).
Filsafat dibagi ke dalam beberapa bidang studi yang sesuai dengan kelompok pokok permasalahan  yang dihadapi. Bidang-bidang studi filsafat juga disebut sebagai cabang-cabang filsafat. Pembagian bidang-bidang studi atau cabang-cabang filsafat secara umum meliputi: (1) Metafisika; istilah metafisika berasal dari bahasa Yunani yaitu meta dan fisika. Meta berarti selain, sesudah, sebaliknya. Sedangkanfisika berarti alam nyata. Metafisika yaitu sutau cabang filsafat yang mempelajari  apakah hakekat dari segala sesuatu di balik alam nyata dengan mendasarkan pada penyelidikan tidak terbatas pada dunia empirik, melainkan sejauh mana kemampuan akal budi. (2) Logika; sebagai suatu cabang filsafat yang mempersoalkan bagaimana cara berpikir yang benar dan bagaimana cara berpikir yang salah menurut pertimbangan akal; (3) Etika; sebagai suatu cabang filsafat yang mempersoalkan bagaimana berbuat baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku di masyarakat; (4) Estetika; sebagai cabang filsafat yang mempersoalkan tentang suatu karya seni (art) dan keindahan (beauty)  atau  yang jelek menurut penilaian manusia; (5)   Filsafat tentang berbagai disiplin ilmu;maksudnya setiap disiplin ilmu memerlukan filsafat (mater scientiarumuntuk memecahkan  segala persoalan yang tidak dapat terpecahkan oleh setiap ilmu, sehingga harus dimintakan jawabannya kepada filsafat. Berkenaan dengan itu, setiap disiplin ilmu mempunyai filsafat,  sehingga muncul filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat sejarah, filsafat bahasa, dan sebagainya; (6) Epistemologi;secara etimologi berasal dari gabungan dua kata di dalam bahasa Yunani yaituepisteme (pengetahuan) dan logos (pengetahuan sistematik). Epistemologi berarti pengetahuan sistematik tentang pengetahuan (Pranarka, 1987:3). Epistemologisebagai cabang filsafat yang bersangkut-paut dengan segala persoalan pengetahuan. Rangkaian pertanyaan yang diajukan untuk mendalami permasalahan yang dipersoalkan di dalam epistemologi seperti: apakah pengetahuan itu? apakah yang menjadi sumber dan dasar pengetahuan? apakah pengetahuan itu berasal dari pengamatan, pengalaman atau akal budi? apakah pengetahuan itu adalah kebenaran yang pasti ataukah hanya merupakan dugaan? (Rapar, 1995:33-92). Menurut Pranarka, Epistemologi merupakan pengetahuan dasar untuk mempelajari Filsafat ilmu;
Di kalangan lembaga pendidikan tingkat dasar, menengah maupun perguruan tinggi, dapat dikatakan hampir setiap waktu ilmu pengetahuan diucapkan atau diajarkan oleh para dosen, guru maupun siswa. Di kalangan lembaga penelitian seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), para ilmuwan hampir setiap hari melakukan aktifitas penelitian maupun pengkajian ilmu pengetahuan. Demikian juga di kalangan media cetak maupun elektronik seperti berbagai surat kabar maupun stasiun televisi setiap hari menayangkan segala aktifitas terkait denganilmu pengetahuan, teknologi dan seni (Ipteks). Walaupun setiap saat diucapkan,  diajarkan, dan dilakukan penelitian atau pengkajian,  namun tampaknya tidak banyak dilakukan pembahasan tentang apa yang dimaksud ilmu pengetahuan? Apabila diminta harus memberikan perumusan yang tepat dan cermat mengenai pengertian ilmu pengetahuan, maka tidak mudah.
Sebelum dilakukan pembahasan tentang apa yang dimaksud ilmu (pengetahuan), sebaiknya dibahas terlebih dahulu tentang apa yang dimaksud denganpengetahuan? Istilah pengetahuan merupakan kata benda, dan istilah tersebut berasal dari kata dasar tahu. Lantas apa yang dimaksud dengan tahuTahu suatu kata dasar yang digunakan untuk menunjukkan kepada apa yang diketahui oleh seseorang tentang sesuatu. Dengan demikian di dalam pengertian tahu harus terdapat subyek yakni seseorang yang mengetahui, dan obyek yakni sesuatu yang diketahui (Poedjawijatna, 1982:9-20). Dengan demikian dapat dikatakan bahwatahu yang benar harus ada kesesuaian antara pengetahuan dengan obyeknya, sedangkan ketidaksesuaian antara pengetahuan dengan obyeknya disebut keliru.  Berkenaan dengan itu,  pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu termasuk di dalamnya pengetahuan tentang seni, agama maupun ilmu. Misal seseorang dapat memahat kayu menjadi patung yang sangat bagus, sehingga seseorang (pemahat) tersebut dapat dikatakan memiliki pengetahuan seni. Bagaimana jika seseorang (ulama) mengatakan “semua orang yang selama hidupnya melaksanakan ajaran agama, kelak jika sesudah mati akan hidup bahagia di surga, karena surga memang tempatnya orang yang soleh dan soleha.” Apa yang dikatakan seseorang (ulama) tersebut merupakan pengetahuan agama, karena merupakan pengetahuan  transendental yang berada di luar batas pengalaman manusia. Sedangkan pengetahuan yang dikategorikan sebagai ilmu (Science) seperti berbagai hasil penelitian yang ditulis dalam  jurnal ilmiah, skripsi, tesis maupun desertasi.
Jan Hendrik Rapar membagi pengetahuan menjadi tiga jenis: (1) Pengetahuan Biasa (Ordinary Knowledge) yang terdiri atas Pengetahuan Nir-ilmiah danPengetahuan Pra-ilmiah. Pengetahuan Nir-ilmiah merupakan hasil pencerapan indra terhadap obyek tertentu yang dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Atau pengetahuan semacam diperoleh secara intuitif, sehingga dikenal pula sebagaipengetahuan intuitif. Misal  ketika sedang berjalan-jalan, saya mencium (indra) aroma sesuatu yang khas, lantas muncul pengetahuan intuitif dalam diri saya yakni ada orang yang sedang menggoreng ikan asin. Pengetahuan Pra-Ilmiah merupakan hasil pencerapan inderawi setelah melalui pemikiran rasional  yang tersedia untuk diuji kebenarannya lebih lanjut dengan menggunakan metode ilmiah; (2)Pengetahuan Ilmiah yang juga dikenal sebagai Ilmu (Science) merupakan pengetahuan  yang diperoleh melalui penggunaan metode ilmiah yang memiliki tingkat kebenaran yang akurat (obyektif) dan dapat dipertanggungjawabkan melalui pengujian maupun pengukuran; (3) Pengetahuan Filsafat merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui pemikiran rasional didasarkan atas permenungan, pemikiran logis, penilaian kritis, konsisten, analitik, sistematik,  dan memiliki kebenaran yang spekulatif. Pengetahuan jenis ini berkaitan erat dengan hakekat, prinsip, asas dari seluruh realitas  yang dipersoalkan selaku obyek yang hendak diketahui.
Penyebutan istilah “ilmu pengetahuan” sebenarnya merupakan suatu penyebutan yang kurang tepat dan tidak cermat. Istilah “ilmu pengetahuan” merupakan suatupleonasme, yakni pemakaian lebih daripada satu perkataan yang sama artinya. Untuk pengertian yang dicakup di dalam perbendaharaan kata (bahasa Inggris) yaitu “science”, cukup disebut “ilmu saja tanpa penambahan perkataan “pengetahuan” (The Liang Gie, 2004:85). Oleh karena itu, di dalam penyusunan buku ajar ini tidak digunakan istilah Filsafat Ilmu Pengetahuan, malainkan digunakan istilah Filsafat Ilmu.
Di dalam ranah filsafat, banyak dijumpai definisi Filsafat Ilmu, namun pada kesempatan ini dicoba dipaparkan beberapa definisi tersebut sebagai berikut:
  1. Lewis White Beck, Filsafat Ilmu mempertanyakan
  2. Filsafat Ilmu  adalah pengetahuan yang membahas dasar-dasar ujud keilmuan. Pertanyaan-pertanyaan seperti apa yang disebut ilmu? Ciri-ciri apa yang membedakan ilmu dengan pengetahuan yang lainnya? Bagaimana cara menarik kesimpulan ilmiah secara benar? Sarana-sarana apa yang diperlukan dalam kegiatan berpikir ilmiah. Semua pertanyaan semacam ini termasuk ke dalam bidang kajian filsafat ilmu (
Menurut C.A. Van Peursen, Filsafat Ilmu merupakan penyelidikan tentang ciri-ciripengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya. Dengan kata lain, filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan, karena apabila para penyelenggara berbagai ilmu melakukan penyelidikan terhadap obyek-obyek dan masalah-masalah yang berjenis khusus dari masing-masing ilmu, sehingga orangpun dapat melakukan penyelidikan lanjutan terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut.
membahas segala persoalan yang muncul terkait dengan kegiatan ilmiah. Filsafat Ilmu tidak memiliki kewenangan terhadap masing-masing produk ilmu,  melainkan memiliki kewenangan melakukan analisis-kritis terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah, maksudnya tentang pengertian-pengertian hakiki yang menjadi ukuran untuk melakukan analisis-kritis terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah. Filsafat Ilmu berkecimpung pada analisis-kritis yang berkisar pada aspek de yure dari ilmu, sehingga  analisis-kritis tersebut menjadi kegiatan ilmiah dari filsafat ilmu.

2. Pengertian Etika Akademik
Istilah etika menurut Jan Hendrik Rapar (1996) dan  Hasbullah Bakry (1970)  berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu ethos dan ethikosEthos berarti sifat, watak, kebiasaan, tempat yang biasa. Sedangkan ethikos berarti susila, keadaban, atau kelakuan dan perbuatan baik. Etika sebagai cabang filsafat membahas baik, buruk, atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta membahas kewajiban-kewajiban manusia untuk bersikap atau berbuat baik di dalam masyarakat. Etika mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak. Istilah akademik dapat diartikan sebagai  sesuatu hal terkait dengan pengamatan, penelitian, penalaran, berpikir rasional dan metodologik atau terkait dengan berbagai kegiatan ilmiah lainnya untuk pengembangan ilmu. Orang yang berkecimpung di dalam pengembangan  ilmu  seringkali disebut sebagai akademisi, peneliti, intelektual, ilmuwan atau cendekiawan. Etika Akademik adalah berbagai kewajiban  yang harus dilakukan oleh para akademisi dalam bersikap atau bertindak terkait dengan pengembangan ilmu. Sikap atau bertindak yang bagaimana yang seharusnya dimiliki oleh seorang akademisi di dalam pengembangan ilmu?
Menurut Simanhadi Widya Hadi Prakosa (1991), sikap yang harus dimiliki oleh seorang akademisi (ilmuwan) dalam berbagai kegiatan ilmiah (pengembangan ilmu), senantiasa berpegang teguh pada kode etik akademik dengan menunjukkan sikap jujur, bersedia menerima ilmu sebagaimana adanya bukan sebagaimana baiknya, bijaksana, rasional dan metodologis, terbuka dan sanggup menerima kritik, menjadikan ilmu  sebagai kepribadian dan kehidupannya.   Sikap jujur , artinya

3. Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
Filsafat Ilmu dan Etika Akademik membahas persoalan hakiki untuk melakukan kritik terhadap kegiatan ilmiah dengan berpegang teguh pada kode etik akademik. Ruang lingkup Filsafat Ilmu dan Etika Akademik menyangkut berbagai persoalan hakiki tentang apakah pengetahuan itu? Apakah yang menjadi sumber dan dasar pengetahuan? Apakah pengetahuan itu memiliki kebenaran yang pasti, atau hanya sekedar dugaan saja? Bagaimanakah sifat pengetahuan yang mendasari suatu ilmu pengetahuan? Bagaimana struktur ilmu pengetahuan? Bagaimanakah proses terjadinya ilmu pengetahuan? Apakah ilmu pengetahuan itu bebas nilai atau bukan? Apa yang dimaksud dengan kode etik akademik?
1. Apakah Etika itu?
-Etika – Bhs Yunani: Ethos + ethikos.
-Ethos: sifat, watak, kebiasaan.
-Ethikos: susila, keadaban atau kelakuan dan perbuatan baik.
-Etika sbg cabang filsafat membahas baik, buruk atau benar tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta membahas kewajiban-2 manusia.
-Etika mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak.
2. Apakah Moral itu?
-Menurut Magnis Suseno, Moral adalah sistem nilai yg menjadi dasar tingkahlaku manusia.
-Menurut Magnis Suseno, moral terbagi dua jenis: moral umum + moral khusus.
-Moral umum: nilai-2 berlaku secara umum. Mis. Di dalam hidup berbangsa dan bertanah air.
-Moral khusus berkenaan dgn nilai-2 di dalam situasi khusus. Mis. Peraturan-2 di dalam pertandingan sepak bola.
•Etika berkenaan dgn tingkah laku manusia dlm masyarakat tertentu, maka kita mengenal etika di Indonesia yg berdasarkan nilai-nilai moral yg berlaku di Indonesia (Nilai-2 moral Pancasila).
•Selain etika di Indonesia yg didasarkan nilai-2 moral Pancasila, ada juga nilai-2 universal yg berlaku untuk seluruh umat manusia yg disebut etika global.
•Etika Keilmuan adalah nilai-2 moral yg menentukan tingkah laku manusia di dalam kehidupan keilmuan. Untuk di Indonesia, etika keilmuan haruslah berdasarkan kpd nilai-2 moral Pancasila.
•Kode Etik adalah aturan tata susila, sikap dan akhlak.
•Kode Etik Kedokteran adalah aturan tata susila, sikap akhlak di dalam profesi kedokteran.
•Kode Etik Akademik: sebagai pedoman dari berbagai tingkah laku (sikap), tutur kata (ucapan), bahkan tindakan yang harus dilakukan para akademisi dalam berbagai kegiatan ilmiah.
•Hukum aturan-aturan yang bersifat mengikat yg disusun oleh badan legislatif. Etika, Moral disusun oleh kesepakatan para anggotanya dengan sangsi sosial. Sedangkan agama adalah firman Tuhan  yang diturankan melalui para nabi untuk mencerahkan masyarakat dari zaman kegelapan.jahiliah yang memiliki kebenaran bersifat dogmatis. Etika, Moral, Hukum dan Agama mempunyai tugas dan wewenang untuk memanusiakan manusia (Meningkatkan harkat dan martabat manusia) agar manusia beradab. Manusia yg beradab berarti mereka berada dalam kebebasan berpikir, bebas saling mencintai, saling menghormati, berakhlak, bermartabat, manusia yg tunduk pd hukum keberadaban, manusia yg beragama dalam keberadaban. Oleh karena itu  ketiganya dikenal sebagai the guardians of humanity.
•Menurut Simanhadi Widyaprakosa, kode eik akademik meliputi:
a.Bersikap jujur: tidak boleh bohong, jika salah katakan salah, jika benar katakan benar. Seorang akdemisi menganggap salah itu sudah biasa, tetapi tidak boleh bohong. Hal ini bertolak belakang dgn sikap, perbuatan dan ucapan politisi yg beranggapan bahwa berbohong itu sudah biasa asal jangan salah. Jika salah habislah karier politik kita. Amien Rais: seorang politisi harus licin dan  licik untuk menggapai kepentingan. Karena dalam ranah politik, tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang abadi hanya kepentingan.
b. Berpikir rasional dan metodologis. Seorang akademisi hrs berpikir rasional dalam memecahkan setiap permasalahan muncul terkait pengembangan ilmu. Jauhkan pikiran-pikiran irasional (tahkayul). Berpikir metodologis maksudnya seorang akademisi senantiasa mengembangkan  ilmu pengetahuan dgn berupaya memperoleh kebenaran obyektif melalui pendekatan maupun seperangkat teori ilmiah.
c. Bersikap terbuka: Ia hrs bersikap terbuka + sanggup menerima kritik. Ia hrs menyikapi thd hasil temuannya terbuka untuk diuji kebenarannya oleh pihak lain. Oleh karena itu mereka hrs sanggup menerima kritik.
d. Tanpa Pamrih
Seorang akademisi mengembangkan ilmu di atas kepentingan-2 yg lain, seperti kepentingan komersial, dsb.
e. Menjadikan ilmu sebagai bagian hidupnya.
Misal seorang dosen hidupnya senantiasa dicurahkan untuk pengembangan ilmu. Tunjangan pendidikan yang diterima dari pemerintah untuk menunjang kegiatan ilmiah, bukan sekedar beli mobil bagus, pakaian bagus, rumah bagus dsb. Contoh Guru Umar Bakri.
3. Apakah Ilmu itu bebas nilai atau ilmu selalu terikat dengan sistem nilai (tdk bebas nilai)?
A. ilmu itu bebas nilai.
-Ilmu merupakan penjalinan penalaran yg seluruhnya obyektif dan harus bebas nilai.
-Ilmu  sbg suatu sistem yg saling jalin-menjalin dan taat asas, konsisten dari ungkapan-2 yg sifat benar-tdknya dpt diukur.
-Apa yg ditanyakan ilmu adalah mengajukan pernyataan-2 logis, sahih dan penilaian mengenai hal-2 yg memang demikian atau tidak. Jadi bukan tugas ilmu yg berbicara mengenai bagaimana sebaiknya, melainkan sebagaimana adanya.
-Ilmu dikembangkan untuk kemajuan ilmu, tdk peduli apakah aborsi/kloning dsb bertentangan dengan norma-norma sosial atau agama, namun aborsi/kloning dipandang sbg pengembangan ilmu kedokteran.
B. Ilmu itu tidak bebas nilai.
- Di dalam kenyataannya, para ilmuwan mengembangkan ilmu dipengaruhi keadaan psikis, politik, sosial, ekonomi, budaya.
- Ilmu itu tdk bebas nilai dan memang tdk boleh menjadi bebas nilai, karena ilmu hrs bertopang pd suatu ideologi yg tdk hanya mendorong pd perkembangan ilmu, dan cara berpikir yg sedang berlaku.
- Ilmu sbg alat untuk mempetahankan kekuasaan dsb. Pendapat yg demikian ini disebut sbg kaum ideologis atau disebut pula sbg kaum positivisme, dan para penganutnya seperti kaum Marxis.
-Kaum ideologis/positivisme kedepankan asas manfaat ilmu.
-Ilmu bertugas tdk hanya hrs meng-interpretasikan saja atau hanya sekedar mengembangkan diri, melainkan bertugas sbg alat untuk mengubah keadaan yg lebih baik dari keadaan sebelumnya.
-Ilmu berfungsi sbg alat untuk mengubah masyarakat menuju emansipasi manusia yg mengarah terwujudnya manusia yg jujur dan humanis.
-Ilmu dikembangkan untuk meningkatkan harkat-martabat manusia (memanusiakan manusia).
-Ilmu bertugas melepaskan manusia dari berbagai alinasi (ketidakdewasaan) manusia dari keterbelakangan atau keterpurukan sosial, ekonomi, politik, budaya.
C. Bagaimana kaitannya dgn kode etik?
-Kode etik akademisi berperan dalam tingkah laku ilmuwan pd penyelidikan, putusan-2 mengenai baik-tidaknya penyingkapan hasil dan petunjuk-2 mengenai penerapan ilmu, akan tetapi tdk berpengaruh pd ilmu itu sendiri.
-Ada tanggungjawab dlm diri ilmuwan, namun dalam struktur logis ilmu tdk ada petunjuk-2 untuk putusan-2 yg scr etis dipertanggungjawabkan.
-Ketika proses aktifitas ilmu sedang berlangsung, dalam struktur logis, ilmu tdk ada yg perlu dipertanggungjawabkan secara etis. Namun ketika aktifitas ilmu sedang berhenti, maka pertanggungjawaban etis perlu dimintakan kpd ilmuwan.
- Mis. Ketika dokter kembangkan ilmu tentang aborsi, tdk ada yg bisa dimintakan pertanggungjawaban etis thd pemikiran logis tentang aborsi. Namun ketika dokter lakukan praktek aborsi, ia akan dikecam habis-habisan oleh masyarakat, karena aborsi bertentangan dgn agama maupun orma-2 yg berlaku di masyarakat.
-Jadi etika itu mulai, pd saat ilmu itu berhenti.
•4. Tiga Jenis Norma Umum dalam Hidup Berbangsa dan Bertanah Air:
-Sopan santun
-Hukum
-Moral Kemanusiaan.

A.Norma sopan santun:
•Norma yg berlaku umum bagi suatu komunitas atau suatu bangsa. Suatu bangsa yg pluralis mengenal berbagai norma sopan-santun di dalam suatu masyarakat multikultural.
B. Norma Hukum:
•Sebagai suatu bgs yg didasarkan kpd hukum maka kita mengenal norma-2 hukum.
•Mengatur kehidupan sebagai suatu masyarakat bangsa. Norma hukum bersifat mengikat.
C. Norma Moral Kemanusiaan:
•Berkaitan dengan manusia sbg manusia. Norma-2 itu hanya ada karena kemanusiaan, dan tdk tdpt pd makhluk hewan.6. Delapan Asas Pengembangan Etika Keilmuan
•Menurut Donald Kennedy, tdpt 8 asas pengembangan etika keilmuan sbb: 
(1) Kebebasan akademik dan kewajiban akademik; 
(2) Cinta originalitas; 
(3) Tugas mentor dalam proses tranfer ilmu; 
(4) kewajiban mengajar; 
(5) kewajiban meneliti (research) untuk menemukan hal-2 yg baru; 
(6) mencari dan menyatakan kebenaran (truth);
(7) publikasi ilmiah; 
(8) mengabdi kpd kemajuan masyarakat dan kemanusiaan.

7. Delapan Asas Pengembangan Ilmu di Lembaga Penelitian/Universitas dan implikasinya di dalam nilai-2 moral sopan-santun, hukum dan moral kemanusiaan.
7.1 Kebebasan  dan Kewajiban Akademik
a.Sopan-santun:
- Hargai silang pendapat
- Bebas berpendapat
b. Hukum:
- Dijamin hukum selama tdk menghasut, menyerang pribadi, tdk susila.
c. Moral Kemanusiaan:
- Untuk meningkat harkat/martabat manusia.
-Nilai moral kemanusiaan = Pancasila.
d. Langkah Pengembangan:
-Dijadikan budaya lembaga-2 riset dan pendidikan tinggi.
7.2 Cinta Originalitas
a.Sopan-Santun:
-Menjauhi sikap plagiatisme dalam penemuan dan penulisan ilmiah.
-Pemalsuan gelar akademik sbg tindakan tercela.
b. Hukum:
- Brantas penggunaan gelar akademik palsu
c. Moral Kemanusiaan:
-   Untuk meningkatkan harkat/martabat manusia.
-Nilai moral kemanusiaan = Pancasila.
d. Langkah Pengembangan:
-Ada hukum dan peraturan melarang jual beli gelar akademik dengan sanksi yg berat.
7.3  Tugas  dalam proses ilmu
a.Sopan-Santun:
- Menuntun mahasiswa/peneliti muda dalam pengembangan ilmu.
-Hargai kredibilitas teman sejawat.
b. Hukum:  -
c. Moral Kemanusiaan:
-    Untuk meningkat harkat/martabat manusia.
-Nilai moral kemanusiaan = Pancasila.
d. Langkah Pengembangan:
-Adanya lembaga yg mengatur kode etik dan kerjasama para guru besar/peneliti senior.
-Lembaga menyediakan dana penelitian untuk para peneliti muda/mahasiswa.7.4  Kewajiban mengajar/meneliti
a. Sopan-santun:
-Tugas utama dosen/peneliti adalah mengajar, meneliti, bukan dalam birokrasi pemerintahan atau kegiatan lainnya.
b. Hukum: Jika tdk melaksanakan kewajibannya diproses dgn peraturan (hukum) yg telah ada. Misal diberhentikan sbg dosen.
c. Moral Kemanusiaan:
-   Untuk meningkat harkat/martabat manusia.
-Nilai moral kemanusiaan = Pancasila.
d. Langkah Pengembangan:
-Ada peraturan tentang pemberian kredit-poin bagi dosen/peneliti yang melakukan kegiatan mengajar /meneliti.
-Lembaga menyediakan dana untuk keperluan hibah pengajaran/penelitian.
-Meningkatkan penghargaan/status tenaga dosen/ peneliti.7.5  Menemukan hal-hal baru (Riset)
a.Sopan-Santun:
-Menghargai para tenaga peneliti yg kreatif dan inovatif.
b. Hukum: -
c. Moral Kemanusiaan:
-  Untuk meningkat harkat/martabat manusia.
-Nilai moral kemanusiaan = Pancasila.
d. Langkah Pengembangan
-Lembaga menyediakan dana bagi para peneliti kreatif dan inovatif.
-Meningkatkan penghargaan dan status tenaga peneliti/dosen.
-Memberikan penghargaan thd peneliti/dosen /akedemisi yg karya ilmiahnya dipublikasikan.7.6  Mencari dan menemukan kebenaran
a.Sopan-santun:
-Tdk memanipulasi data untuk kepentingan pribadi, kelompok dsb.
-Kejujuran ilmiah.
b. Hukum: -
c. Moral Kemanusiaan:
-  Untuk meningkat harkat/martabat manusia.
-Nilai moral kemanusiaan = Pancasila.
-
d. Langkah Pengembangan:
- Depolitisasi + dekorporatisasi pendidikan tinggi.
7.7 Publikasi Ilmiah
a.Sopan-santun:
-Bukan sekadar menyebarkan informasi tetapi untuk pengembangan ilmu.
b. Hukum:
-Pengakuan Hak Atas Kekayaan Intelektual (Hak Paten).
-Hukuman setimpal bagi para pembajak.
c. Moral Kemanusiaan:
-  Untuk meningkat harkat/martabat manusia.
- Nilai moral kemanusiaan = Pancasila.

d. Langkah Pengembangan:
-Penghargaan setimpal thd publikasi ilmiah.
-Perbanyak jurnal  ilmiah atau terbitan buku ilmiah.

7.8  Mengabdi Kpd Kemajuan Masyarakat + Kemanusiaan.
a.Sopan-Santun:
-Penelitian yg memajukan masyarakat luas dan kemanusiaan.
b. Hukum:
-Melarang penelitian yg tdk manusiawi seperti cloning, weapons of mass destruction (Senjata perusak massa).
c. Moral Kemanusiaan:
-  Untuk meningkat harkat/martabat manusia.
-  Nilai moral kemanusiaan = Pancasila.
d. Langkah Pengembangan:
-Menghindari proses Mc.Donalisasi pendidikan tinggi.
-Bahaya “corporate culture” memasuki dunia perguruan tinggi.

2 komentar:

Anonymous said...

seeeppp

Anonymous said...

artikelnya membantu sekali mas

Post a Comment

Budayakan mengapresiasi karya orang lain..
gimme some comments, please..